Selasa, 30 April 2013

DESAIN OPERASIONAL PENELITIAN



DESAIN OPERASIONAL PENELITIAN
TAHUN ANGGARAN 2012






IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERSAHABAT/KOMUNIKATIF
MELALUI MODELGROUP INVESTIGATION MAPEL IPS 
PADA SISWA KELAS TINGGI SDN JINGGLONG 01
KABUPATEN BLITAR







Peneliti :
Dr. H. M. ZAINUDDIN, M.Pd






 












UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH
PROGRAM STUDI PGSD
AGUSTUS 2012

BAB I
PENDAHULUAN


A.      LATAR BELAKANG
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (BSNP, 2007).
Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Serta pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan terhadap proses pembelajaran IPS yang berlangsung di SDN Kabupaten Blitar mengalami beberapa permasalahan, di antaranya: (1) mata pelajaran IPS disajikan oleh guru sebagai mata pelajaran yang tidak menarik, karena pembelajaran berpusat pada guru, (2) siswa kurang diberi kesempatan dalam mengembangkan ide dan pikirannya sehingga pembelajaran tidak bermakna bagi siswa, (3) siswa merasa bosan dengan apa yang dipelajari karena siswa hanya menghafalkan konsep-konsep yang disampaikan dalam pembelajaran, (4) konsep-konsep yang disampaikan kepada siswa diberikan terpisah-pisah, (5) siswa mudah lupa apa yang sudah diingat sebelumnya karena pembelajaran terbatas pada kegiatan membaca buku atau mendengar penjelasan, dan (6) rendahnya hasil belajar IPS dengan nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan sebuah pembelajaran yang dilaksanakan dalam konteks otentik, memberikan kesempatan pada siswa untuk mengerjakan tugas bermakna, memberikan pengalaman bermakna, dilaksanakan melalui kerja kelompok, mengutamakan kebersamaan, dan dilaksanakan secara menyenangkan. Salah satu model pembelajaran yang memiliki karakteristik tersebut di atas adalah Model Group Investigation (GI).
BERDASARKAN
B.       RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka secara umum dirumuskan permasalah sebagai berikut.
1.        Bagaimanakah pembentukan karakter Komunikatif/Bersahabat melalui penerapan model Gorup Investigation materi pokok kenampakan keragaman lingkungan alam dan buatan pada siswa kelas tinggi SDN Jinglong 01 Kabupaten Blitar?
2.        Apakah hasil penerapan model pembelajaran inkuri dapat membentuk karakter Komunikatif/Bersahabat siswa kelas tinggi SDN Jinglong 01 Kabupaten Blitar?

C.      FOKUS PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan memperoleh deskripsi tentang (1) identifikasi model Group Investigation dalam mengembangkan karakter komunikatif/ bersahabat untuk pengembangan pembelajaran IPS yang diharapkan dalam:
(a) berfikir kritis, rasional dan kritis dalam menanggapi isu global;
(b) berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; (c) pembentukan diri yang didasarkan pada karakter-karakter positif masyarakat Indonesia dunia yang demokratis. (2) Kondisi model pembelajaran yang diterapkan oleh guru SD; (3) Model pembelajaran IPS yang selama ini digunakan oleh guru SD dalam rangka pencapaian kompetensi IPS yang diterapkan dalam sehari-hari.
Deskripsi  tentang ”Pengembangan Model Pembelajaran IPS SD  yang diterapkan sehari-hari, terlihat pada produk berupa macam-macam model pembelajaran yang diterapkan oleh guru SD, juga terlihat pada profil pembelajaran IPS yang diterapkan guru SD mulai dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, sampai pada penilaian pembelajarannya. Profil perencanaan pembelajaran diperoleh dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru; Profil pelaksanaan pembelajaran diperoleh dari kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran dikelas; Profil penilaian yang diperoleh dari alat penilaian yang dikembangkan guru untuk menilai keberhasilan pembelajaran dan pelaksanaannya.
Deskripsi “Model Pembelajaran IPS yang selama ini digunakan oleh guru SD dalam rangka pencapaian kompetensi  bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai dan norma dalam lingkungan masyarakatnya”  terletak pada metode pembelajaran IPS apa saja  yang selama ini dirancang, digunakan guru terkait dengan pembelajaran IPS dan bagaimana penerapannya dalam pembelajarannya.
Capaian hasil penelitian ini dipakai sebagai dasar pengembangan produk yang berupa  macam-macam model yang dipakai dalam pembelajaran IPS anak usia Sekolah Dasar dalam berinteraksi dengan masyarakat lingkungannya, bisa dipakai dan dimanfaatkan oleh guru/penulis buku pelajaran ketika menyusun materi pelajaran pada anak usia Sekolah Dasar.

D.      URGENSI  PENELITIAN
Penelitian ini dirancang, yang selanjutnya perlu segera dilaksanakan secara profesional setelah mempertimbangkan hal-hal berikut.
Salah satu model pembelajaran yang mendukung keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar adalah model pembelajaran GI (Krismanto, 2003:6).
Sudjana (Mudrika, 2007:15) mengemukakan bahwa GI dikembangkan oleh Herbert Thelen sebagai upaya untuk mengkombinasikan strategi mengajar yang berorientasi pada pengembangan proses pengkajian akademis. Kemudian Joyce dan Weil (1980:230) menambahkan bahwa model pembelajaran GI yang dikembangkan oleh Thelen yang bertolak dari pandangan John Dewey dan Michaelis yang memberikan pernyataan bahwa pendidikan dalam masyarakat demokrasi seyogyanya mengajarkan demokrasi langsung.
Selanjutnya Aisyah (2006:15) mengutarakan bahwa model pembelajaran GI kemudian dikembangkan oleh Sharan dan sharen pada tahun 1970 di Israel. Sementara itu Tsoi, Goh, dan Chia (Aisyah, 2006:11) menambahkan bahwa model pembelajaran GI secara filosofis beranjak dari faradigma konstruktivis. Dimana belajar menurut pandangan konstruktivis merupakan hasil konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Pandangan penekanan bahwa pengetahuan kita adalah hasil pembentukan kita sendiri (Suparno, dalam Trianto, 2007:28).
Menurut Anwar (Aisyah, 2006:14) secara harfiah investigasi diartikan sebagai penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta-fakta, melakukan peninjauan dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang suatu peristiwa atau sifat.Selanjutnya Krismanto (2003:7) mendefinisikan investigasi atau penyelidikan sebagai kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan dan hasil yang benar sesuai pengembangan yang dilalui siswa.
Height (Krismanto, 2003:7) menyatakan to investigation berkaitan dengan kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis. Jadi investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang, dan selanjutnya orang tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya, dapat membandingkannya dengan perolehan orang lain, karena dalam suatu investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil. Dengan demikian akan dapat dibiasakan untuk lebih mengembangkan rasa ingin tahu. Hal ini akan membuat siswa untuk lebih aktif berpikir dan mencetuskan ide-ide atau gagasan, serta dapat menarik kesimpulan berdasarkan hasil diskusinya di kelas.
Model investigasi kelompok merupakan model pembelajaran yang melatih para siswa berpartisipasi dalam pengembangan sistem sosial dan melalui pengalaman, secara bertahap belajar bagaimana menerapkan metode ilmiah untuk meningkatkan kualitas masyarakat.model ini merupakan bentuk pembelajaran yang mengkombinasikan dinamika proses demokrasi dengan proses inquiry akademik. melalui negosiasi siswa-siswa belajar pengetahuan akademik dan mereka terlibat dalam pemecahan masalah sosial. dengan demikian kelas harus menjadi sebuah miniatur demokrasi yang menghadapi masalah-masalah dan melalui pemecahan masalah, memperoleh pengetahuan dan menjadi sebuah kelompok sosial yang lebih efektif.


BAB II
KAJIAN TEORI


A.      PENDIDIKAN KARAKTER
1.        Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar
Sesuai dengan taksonomi bloom bahwa ada 3 aspek dominan yang harus dikembangkan dalam diri setiap individu yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Pendidikan karakter akan mengenalkan individu kepada nilai-nilai serta norma kedalam wilayah kognitif. Kemudian nilai-nilai serta norma tersebut secara bertahap akan diarahkan untuk dihayati dan diresapi kedalam wilayah afektif siswa. Sedangkan di dalam pengejawantahan di dalam pribadi siswa, disetiap harinya siswa akan menerapkan di dalam masyarakat dimana siswa mampu berinteraksi dan bersosialisasi secara langsung. Proses kontak serta interaksi inilah yang akan menuntun aspek psikomotorik siswa untuk menerapkan nilai yang telah difahami dalam wilayah kognitif dan afektif.
Di dalam mendedikasikan pendidikan karakter ini diperlukan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter yang meliputi komponen-komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai luhur baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Dalam pendidikan karakter di sekolah perlu dilibatkan semua komponan stakeholders, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, seperti kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan sekolah, serta ethos kerja seluruh lingkungan sekolah.
Melalui pendidikan karakter anak akan terlatih untuk bersikap mandiri. Kemandirian anak di sekolah dapat ditunjukkan melelui sikap anak untuk berusaha dalam mengerjakan suatu pekerjaan yang baik dan benar sesuai dengan kapasitas yang ada dalam dirinya. Kemampuan berusaha yang dimaksudkan adalah perolehan kemampuan yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang direfkleksikan dengan adanya nilai tambah dari keadaan sebelumnya. Latar belakang perolehan kemampuan berusaha adalah sebagai upaya belajar yang dilakukan pada waktu sebelum menjadi warga belajar yang melakukan usaha sendiri. Di samping itu faktor pengalaman dalam pekerjaan akan sangat berperan dalam melaksanakan suatu pekerjaan, sebab pengalaman itu sendiri.
Tujuan pendidikan adalah untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial si subyek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Menurut Foerster (dalam Zainuddin, 2010), karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah, kualitas seorang pribadi diukur.
Empat ciri dasar pendidikan karakter menurut Forester (dalam Zainuddin, 2010),  adalah sebagai berikut.
a.       Keteraturan interior di mana setiap tindakan diukur berdasar hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan.
b.      Koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut risiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas seseorang.
c.       Otonomi. Seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau desakan pihak lain.
d.      Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Keempat karakter tersebut yang akan menentukan kepribadian seseorang untuk diwujudkan dalam tindakannya sehari – hari. Melalui pendidikan karakter manusia mempercayakan dirinya pada dunia nilai .Sebab, nilai merupakan kekuatan penggerak perubahan sejarah. Kemampuan membentuk diri dan mengaktualisasikan nilai-nilai etis merupakan ciri hakiki manusia. Karena itu, mereka mampu menjadi agen perubahan sejarah. Jika nilai merupakan motor penggerak sejarah, aktualisasi atasnya akan merupakan sebuah pergulatan dinamis terus-menerus Pendidikan karakter masih memiliki tempat bagi optimisme idealis pendidikan di negeri kita, terlebih karena bangsa kita kaya akan tradisi religius dan budaya.
Ada banyak kualitas karakter yang harus dikembangkan, namun untuk memudahkan pelaksanaan, IHF mengembangkan konsep pendidikan 9 pilar karakter yang merupakan nilai-nilai luhur universal (lintas agama, budaya dan suku). Ada pun nilai-nilai 9 (Zainuddin, 2010), pilar karakter terdiri dari:
a.         Cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya
b.        Tanggung jawab, Kedisiplinan, dan Kemandirian
c.         Kejujuran
d.        Hormat dan Santun
e.         Kasih Sayang, Kepedulian, dan Kerjasama
f.         Percaya Diri, Kreatif, Kerja Keras, dan Pantang Menyerah
g.        Keadilan dan Kepemimpinan
h.        Baik dan Rendah Hati
i.          Toleransi, Cinta Damai, dan Persatuan

2.        Faktor – faktor pendukung pendidikan karakter
a.        Karakter guru
Seorang guru selain mempunyai kompetensi pedagogis sebagai basic pengajar, guru harus mempunyai beberapa kompetensi utama dalam melakukan proses pembelajaran pendidikan karakter.
1)        Kompetensi kepribadian, menjadi guru yang berkepribadian baik, santun, serta mengembangkan sifat terpuji sebagai seoarang guru. Pendidikan karakter membutuhkan guru yang dapat memberikan nilai yang dapat langsung dicontoh oleh siswa.
2)        Kompetensi berinteraksi dan berkomunikasi. Guru berhasil membangun hubungan yang baik dengan siswa tanpa menghilangkan sopan santun antara guru dan murid. Sudah menjadi kewajiban guru untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan siswanya. Melakukan pendekatan yang persuasif untuk meningkatkan motivasi dalam belajar.


b.        Tersedianya alat bantu mengajar berbasis karakter
Selain training yang diberikan, para guru juga harus dibekali alat bantu mengajar, seperti modul, kurikulum, lesson plan, permainan edukatif, dan buku-buku cerita. Tanpa alat bantu ini, akan sulit bagi guru untuk menerapkan ilmu yang telah dipelajarinya. Ada pun salah satu alat bantu mengajar yang diperlukan adalah :
1)        Modul 9 Pilar Karakter
2)        Daily Lesson Plan untuk 9 Pilar Karakter
3)        Modul KTSP Pendidikan Holistik Berbasis Karakter berdasarkan Tema
4)        Daily Lesson Plan untuk Pembelajaran Sentra
5)        Paket Buku 9 Pilar Karakter untuk aktivitas murid (10 buku)
6)        Buku-buku cerita membentuk 9 Pilar Karakter (125 buku)
7)        Buku-buku text Pendidikan Holistik Berbasis Karakter
8)        Paket Perlengkapan Sentra dan Permainan Edukatif (70 jenis)
9)        Paket lagu-lagu 9 Pilar Karakter (60 lagu)
10)    Paket CD Pembentukan Moral

c.         Kurikulum dan modul yang berbasis karakter
Kurikulum disusun berdasarkan prinsip keterkaitan antar materi pembelajaran, tidak terkotak-kotak dan dapat merefleksikan dimensi, keterampilan, dengan menampilkan tematema yang menarik dan kontekstual. Kecakapan hidup yang terkait dengan pendidikan personal dan sosial, pengembangan berpikir/kognitif, pengembangan karakter dan pengembangan persepsi motorik juga dapat teranyam dengan baik apabila materi ajarnya dirancang melalui pembelajaran yang terpadu dan menyeluruh (Holistik).
Pembelajaran holistik terjadi apabila kurikulum dapat menampilkan tema yang mendorong terjadinya eksplorasi atau kejadian-kejadian secara autentik dan alamiah.Dengan munculnya tema atau kejadian yang alami ini akan terjadi suatu proses pembelajaran yang bermakna dan materi yang dirancang akan saling terkait dengan berbagai bidang pengembangan yang ada dalam kurikulum.


d.        Lingkungan yang kondusif
Lingkungan yang nyaman dan menyenangkan adalah mutlak diciptakan agar karakter anak dapat dibentuk. Hal ini erat kaitannya dengan pembentukan emosi positif anak, dan selanjutnya dapat mendukung proses pembentukan empati, cinta, dan akhirnya nurani/batin anak. Sesuai dengan prinsip brain-based learning (pendidikan ramah otak), suasana yang menyenangkan akan merangsang otak membuat kerja bagian otak korteks menjadi optimal. Sebaliknya, ketika suasana belajar penuh beban, ketakutan dan stress, tubuh akan mengeluarkan hormon-hormon stress (misalnya cortisol), yang akan mengaktifkan bagian batang otak (otak reptil), sehingga proses berfikir menjadi terganggu.

e.         Kerjasama dengan orang tua
Orang tua dilibatkan secara aktif didalam usaha pengembangan karakter anak. Salah satu faktor keberhasilan pendidikan karakter adalah adanya konsistensi antara sekolah dan rumah mengenai penerapan pilar-pilar karakter yang ditanamkan. Bentuk kerjasama yang dilakukan dengan mengadakan sosialisasi mengenai visi/misi dan filosofi pendidikan yang diterapkan di Sekolah, baik sebelum orangtua mendaftarkan anaknya, maupun setelah anaknya terdaftar.

B.       KONSEP MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI)
Menurut Anwar (Aisyah, 2006:14) secara harfiah investigasi diartikan sebagai penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta-fakta, melakukan peninjauan dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang suatu peristiwa atau sifat.Selanjutnya Krismanto (2003:7) mendefinisikan investigasi atau penyelidikan sebagai kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan dan hasil yang benar sesuai pengembangan yang dilalui siswa.
Height (Krismanto, 2003:7) menyatakan
investigation berkaitan dengan kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis. Jadi investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang, dan selanjutnya orang tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya, dapat membandingkannya dengan perolehan orang lain, karena dalam suatu investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil. Dengan demikian akan dapat dibiasakan untuk lebih mengembangkan rasa ingin tahu. Hal ini akan membuat siswa untuk lebih aktif berpikir dan mencetuskan ide-ide atau gagasan, serta dapat menarik kesimpulan berdasarkan hasil diskusinya di kelas.
Model investigasi kelompok merupakan model pembelajaran yang melatih para siswa berpartisipasi dalam pengembangan sistem sosial dan melalui pengalaman, secara bertahap belajar bagaimana menerapkan metode ilmiah untuk meningkatkan kualitas masyarakat. Model ini merupakan bentuk pembelajaran yang mengkombinasikan dinamika proses demokrasi dengan proses inquiry akademik. melalui negosiasi siswa-siswa belajar pengetahuan akademik dan mereka terlibat dalam pemecahan masalah sosial. dengan demikian kelas harus menjadi sebuah miniatur demokrasi yang menghadapi masalah-masalah dan melalui pemecahan masalah, memperoleh pengetahuan dan menjadi sebuah kelompok sosial yang lebih efektif.
Selanjutnya Thelen (Joyce dan Weil, 1980:332) mengemukakan tiga konsep utama dalam pembelajaran GI, yaitu:
a.         Inquiry
b.        Knowledge
c.         The dynamics of the learning group
Sementara itu Setiawan (2006:10) mendeskripsikan fase-fase dalam pembelajaran GI yaitu sebagai berikut:
a.         Fase membaca, menerjemahkan, dan memahami masalah.
Pada fase ini siswa harus memahami permasalahnnya dengan jelas. Apabila dipandang perlu membuat rencana apa yang harus dikerjakan, mengartikan persoalan menurut bahasa mereka sendiri dengan jalan berdiskusi dalam kelompoknya, yang kemudian didiskusikan dengan kelompok lain. Jadi pada fase ini siswa memperlihatkan kecakapan bagaimana ia memulai pemecahan suatu masalah, dengan:
1)        Menginterpretasikan soal berdasarkan pengertiannya
2)        Membuat suatu kesimpulan tentang apa yang harus dikerjakannya.


b.        Fase pemecahan masalah.
Pada fase ini mungkin siswa menjadi bingung apa yang harus dikerjakan pertama kali, maka peran guru sangat diperlukan, misalnya memberikan saran untuk memulai dengan suatu cara, hal ini dimaksudkan untuk memberikan tantangan atau menggali pengetahuan siswa, sehingga mereka terangsang untuk mecoba mencari cara-cara yang mungkin untuk digunakan dalam pemecahan soal tersebut, misalnya dengan membuat gambar, mengamati pola atau membuat catatan-catatan penting. Pada fase ini siswa diharapkan melakukan hal-hal sebagai berikut:
1)        Mendiskusikan dan memilih cara atau strategi untuk menangani permasalahan
2)        Memilih dengan tepat materi yang diperlukan
3)        Menggunakan berbagai macam strategi yang mungkin
4)        Mencoba ide-ide yang mereka dapatkan pada fase 1.
5)        Memilih cara-cara yang sistematis
6)        Mencatat hal-hal penting
7)        Bekerja secara bebas atau bekerja bersama-sama (atau kedua-duanya)
8)        Bertanya kepada guru untuk mendapatkan gambaran strategi untuk penyelesaian
9)        Membuat kesimpulan sementara
10)    Mengecek kesimpulan sementara yang didapat sehingga yakin akan kebenarannya
c.         Fase menjawab dan mengkomunikasikan jawaban
Setelah memecahkan masalah, siswa harus diberikan pengertian untuk mengecek kembali hasilnya, apakah jawaban yang diperoleh itu cukup komunikatif atau dapat dipahami oleh orang lain, baik tulisan, gambar, ataupun penjelasannya. Pada intinya fase ini siswa diharapkan berhasil:
1)        Mengecek hasil yang diperoleh
2)        Mengevaluasi pekerjannya
3)        Mencatat dan menginterpretasikan hasil yang diperoleh dengan berbagai cara
4)        Mentransfer keterampilan untuk diterapkan pada persoalan yang lebih kompleks

Sejalan dengan pendapat Setiawan di atas, Sharen et al (Krismanto, 2003:8) mendisain model pembelajaran GI menjadi enam tahapan, yaitu:
a.         Tahap mengidentifikasi topik dan pengelompokan
Para siswa memilih berbagai sub topik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang.Komposisi kelompok pada pembelajaran ini heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik.
b.        Tahap merencakan penyelidikan kelompok
Para siswa beserta guru merencakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a. di atas
c.         Tahap melaksakan penyelidikan
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b. Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber, baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika deperlukan.
d.        Tahap menyiapkan laporan akhir
Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c. dan merencakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
e.         Tahap menyajikan laporan
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.


f.         Tahap evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok dan bahkan kedua-duanya.

C.      PERAN GURU DALAM MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI)
Setiawan (2006:12) mendeskripsikan peranan guru dalam pembelajaran GI sebagai berikut:
a.         Memberikan informasi dan instruksi yang jelas
b.        Memberikan bimbingan seperlunya dengan menggali pengetahuan siswa yang menunjang pada pemecahan masalah (bukan menunjukan cara penyelesaianya)
c.         Memberikan dorongan sehingga siswa lebih termotivasi
d.        Menyiapkan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh siswa
e.         Memimpin diskusi pada pengambilan kesimpulan akhir

D.      KELEBIHAN PEMBELAJARAN GI
Setiawan (2006:9) mendeskripsikan beberapa kelebihan dari pembelajaran GI, yaitu sebagai berikut:
a.         Secara Pribadi
1)      dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas
2)      memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif
3)      rasa percaya diri dapat lebih meningkat
4)      dapat belajar untuk memecahkan, menangani suatu masalah
b.        Secara Sosial / Kelompok
1)      meningkatkan belajar bekerja sama
2)      belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun guru
3)      belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis
4)      belajar menghargai pendapat orang lain
5)      meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan

E.       KEKURANGAN MODEL BELAJAR GI
Pembelajaran dengan model Group Investigation (GI) mempunyai kelemahan:
a.         Sedikitnya materi yang tersampaikan pada satu kali pertemuan
b.        Sulitnya memberikan penilaian secara personal
c.         Tidak semua topik cocok dengan model pembelajaran GI, model pembelajran GI cocok untuk diterapkan pada suatu topik yang menuntut siswa untuk memahami suatu bahasan dari pengalaman yang dialami sendiri
d.        Diskusi kelompok biasanya berjalan kurang efektif

Berdasarkan pemaparan mengenai model pembelajaran GI tersebut, jelas bahwa model pembelajaran GI mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna. Artinya siswa dituntut selalu berfikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara penyelesaiannya. Dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama (Setiawan, 2006:9).
Hal ini sesuai dengan pendapat Pieget (Sagala, 2007:24) bahwa dalam proses perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak terjadi proses asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi merupakan penyesuaian atau mencocokan informasi yang baru dengan apa yang telah ia ketahui. Sedangkan proses akomodasi adalah anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu dapat disesuaikan dengan lebih baik. Sementara itu menurut Suherman (2003:36) bahwa proses asimilasi dan akomodasi merupakan perkembangan skemata. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran anak.
Kemudian jika dilihat dari fase-fase pembelajaran GI, terlihat adanya proses interaksi antara siswa dalam pembelajaran, memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara berkelompok dalam menyelidiki, menemukan, dan memecahkan masalah. Dengan demikian diharapkan kompetensi penalaran siswa dapat lebih baik.Hal ini sesuai dengan pendapat Pieget (Sagala, 2007:190) bahwa pertukaran gagasan-gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran.walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat distimulasi oleh konfrontasi kritis, khususnya dengan teman-teman setingkat. Oleh karena itu diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran GI ini, kompetensi penalaran siswa dapat lebih baik daripada pembelajaran secara ekspositori.
Berdasarkan pemaparan mengenai model pembelajaran GI tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran GI mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna. Artinya siswa dituntut selalu berfikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara penyelesaiannya. Dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama

F.       PEMBELAJARAN IPS
            Pendidikan IPS yang dikatakan sebagai pendidikan nilai harus dilakukan revitalisasi. Pendidikan tanpa perspektif pendidikan nilai, tanpa menekankan pada pengembangan karakter siswa, akan kehilangan esensinya sebagai proses pendidikan yang sejati. Perlu pemikiran dan upaya untuk memposisikan esensi serta hakikat pendidikan secara tepat. Program pendidikan IPS atau mata pelajaran apapun juga harus menempatkan UU Sisdiknas sebagai rujukan normatif tertinggi bagi penyelenggaraan sistem pendidikan nasional secara utuh. Penyelenggaraan pendidikan selama ini telah kehilangan ruh dan aspek moralitas, sehingga tidak jarang melahirkan kultur yang tidak sehat. Muncullah perilaku ketidakjujuran dalam pendidikan, seperti yang terjadi kasus pada UN, ijazah palsu, perjokian, plagiat, lemahnya internalisasi nilai pendidikan dan terfragmentasinya ranah -ranah pendidikan yang lebih didominasi ranah kognitif .
 Proses pembelalajaran IPS sebagaimana pembelajaran pada umumnya, harus dibangun sebagai sebuah proses transaksi kultural yang harus mengembangkan karakter sebagai bagian tak terpisahkan dari pengembangan Ipteks pada umumnya. Pelaksanaan pendidikan saat ini yang lebih didominasi oleh praktek pendidikan di tingkat individual yang cenderung kognitif-intelektualistik, perlu diarahkan kembali sebagai wahana pengembangan pendidikan karakter bangsa, sebagai proses pembangunan kecerdasan, akhlak dan kepribadian peserta didik secara utuh sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Dalam mendisain kurikulum pendidikan IPS, termasuk dalam proses pembelajarannya, harus juga berangkat dari hakikat dan karakter peserta didik, bukan berorientasi pada materi semata. Pendekatan esensialisme sudah saatnya untuk dimodifikasi dengan teori rekonstruksi sosial yang mengacu pada teori pendidikan interaksional (Sukmadinata, 1996:6). Sesuai dengan tuntutan zaman dan perkembangan kehidupan masyarakat, pembelajaran IPS harus dikembalikan sesuai dengan khitah konseptualnya yang bersifat terpadu yang menekankan pada interdisipliner dan trasdisipliner, dengan pembelajaran yang kontekstual dan transformatif, aktif dan partisipatif dalam perpektif nilai- nilai sosial kemasyarakatan.
Sesuai dengan maksud dan tujuannya, pembelajaran IPS harus memfokuskan perannya pada upaya mengembangkan pendidikan untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakat dan lingkungannya. Pembelajaran IPS diarahkan untuk melahirkan pelaku-pelaku sosial yang berdimensi personal (misalnya, berbudi luhur, disiplin, kerja keras, mandiri), dimensi sosiokultural (misalnya, cinta tanah air, menghargai dan melestarikan karya budaya sendiri, mengembangkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial, kepedulian terhadap lingkungan), dimensi spiritual (misalnya, iman dan taqwa, menyadari bahwa alam semesta adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Pencipta), dan dimensi intelektual (misalnya, cendekia, terampil, semangat untuk maju). Kompetensi personal merupakan kemampuan dasar yang berkaitan dengan pembentukan dan pengembangan kepribadian diri peserta didik sebagai makhluk individu yang merupakan hak dan tanggung jawab personalnya. Orientasi dasar pembentukan dan pengembangan kompetensi personal ini ditekankan pada upaya pengenalan diri dan pembangunan kesadaran diri peserta didik sebagai pribadi/individu dengan segala potensi, keunikan dan keutuhan pribadinya yang dinamis.
 Sejumlah kompetensi yang personal ke-IPS-an yang perlu dikembangkan misalnya, pembentukan konsep dan pengertian diri, sikap objektif terhadap diri sendiri, aktualisasi diri, kreativitas diri, kemandirian itu sendiri, termasuk bagaimana menumbuhkembangkan budi pekerti luhur, disiplin dan kerja keras serta sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME, sehingga perlu menumbuhkembangkan dan memantapkan keimanan dan ketaqwaannya. Kompetensi sosial adalah kemampuan dasar yang berkaitan dengan pengembangan kesadaran sebagai makhluk sosial dan makhluk yang berbudaya. Sejumlah kompetensi dasar yang dikembangkan adalah kesadaran dirinya sebagai anggota masyarakat sehingga perlu saling menghormati dan mengharagai; pemahaman dan kesadaran atas kesantunan hidup bermasyarakat dan berbangsa; kemampuan berkomunikasi dan kerja sama antara sesama; sikap pro-sosial atau altruisme; kemampuan dan kepedulian sosial termasuk lingkungan; memperkokoh semangat kebangsaan, pemahaman tentang perbedaan dan kesederajatan dalam.
Kompetensi intelektual, merupakan kemampuan berpikir yang didasarkan pada adanya kesadaran atau keyakinan atas sesuatu yang baik yang bersifat fisik, sosial, psikologis, yang memiliki makna bagi dirinya maupun orang lain. Kemampuan dasar intelektual ini berkaitan dengan pengembangan jati diri para peserta didik sebagai mahkluk berpikir yang daya pikirnya untuk menerima dan memproses serta membangun pengetahuan, nilai dan sikap, serta tindakannya baik dalam kehidupan personal maupun sosialnya. Kemampuan mengidentifikasi masalah sosial, merumuskan masalah sosial dan memecahkan masalah itu sebagai ciri penting dalam kemampuan berpikir. Ketiga kompetensi dengan berbagai nilai yang terkandung di dalamnya itulah yang yang harus dibangun melalui pembelajaran IPS, sehingga melahirkan pelaku-pelaku sosial yang mumpuni. Para pelaku sosial itu harus dapat membangun sikap dan perilaku dengan berbagai dimensinya, memahami hak dan kewajibannya, kemudian memiliki kepekaan untuk memahami, menyikapi dan ikut berpartisipasi dalam memecahkan masalah-masalah sosio-kebangsaan yang ada.


BAB III
METODE PENELITIAN




A.      JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). ”Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu penelitian tindakan (action research) yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti di kelasnya atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborator) dengan jalan merancang, melaksanakan atau tindakan, mengobservasi dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partispatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu (kualitas) pembelajaran di kelas melalui suatu tindakan tertentu dalam suatu siklus” (Kunandar, 2008:45).
Desain penelitian yang digunakan mengacu pada model Kemmis dan M.C. Taggart (Arikunto, Suharsimi, 2009:16) yang terdiri dari 4 komponen yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Diagram alur desain penelitian ditunjukkan pada gambar berikut.


 











Gambar 1 Tahap-tahap Penelitian Tindakan Kelas menurut Kemmis
dan Mc.Taggart

Pada tahap tindakan perencanaan peneliti bersama mitra peneliti (observer) melakukan identifikasi masalah-masalah pembelajaran. Peneliti melakukan observasi kelas dan melakukan wawancara kepada guru kelas, kemudian melakukan diskusi untuk dapat menemukan masalah yang dianggap paling mendesak untuk diatasi melalui penelitian tindakan kelas. Setelah permasalahan pembelajaran teridentifikasi, dilakukan penyusunan perangkat pembelajaran seperti menyusun RPP, mengembangkan media pembelajaran, dan menyusun instrumen penilaian pembelajaran.
Pada tahap pelaksanaan tindakan yaitu menerapkan RPP yang telah dibuat dalam pembelajaran di kelas. Praktik pembelajaran ini dilakukan sesuai dengan tahapan yang direncanakan dalam RPP. Pada tahap tindakan ini mulai diajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk mendorong mereka mengatakan apa yang mereka pahami dan apa yang mereka minati.
Pada tahap observasi dilakukan pengamatan jalannya proses pembelajaran, mencatat pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa, mencatat gejala-gejala yang tampak dalam proses pembelajaran, merekam jalannya proses pembelajaran, dan akibat-akibat yang tampak dalam proses pembelajaran. 
Pada tahap refleksi ini merupakan tindakan yang dilakukan peneliti dengan mitra peneliti (observer) dalam kerangka menemukan kelemahan dan kekurangan pada praktik pembelajaran yang dilakukan untuk mencari pemecahan maupun penguatan-penguatan terhadap pembelajaran yang masih dipandang kurang optimal. Tujuannya adalah untuk menemukan perbaikan-perbaikan apa yang perlu dilakukan pada proses pembelajaran pada siklus berikutnya.
Tindakan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada penelitian ini ada dua siklus, dalam satu siklus terdiri tiga pertemuan. Pengalaman dalam praktik pembelajaran yang terjadi pada siklus I seperti kualitas RPP yang dibuat, langkah-langkah pembelajarannya, aktivitas belajar siswa, efektivitas pencapaian tujuan pembelajaran, dan penilaian dijadikan bahan refleksi untuk memperoleh gagasan-gagasan perbaikan praktik pembelajaran pada siklus berikutnya. Hasil refleksi pada siklus I diperbaiki melalui rencana perbaikan pada siklus II dan seterusnya.

B.       SUBJEK PENELITIAN
Subjeki penelitian ini ialah siswa kelas tinggi SDN Jinglong 01 Kabupaten Blitar Tahun Ajaran 2012/2013.
C.      DATA DAN SUMBER DATA
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa (1) nilai tes akhir pada tahap pra tindakan, (2) nilai hasil yang berupa lembar kerja siswa (LKS) pada setiap pertemuan dan tes akhir pada tiap siklus, dan (3) hasil observasi aktivitas siswa dan guru, serta dokumentasi berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), format penilaian lembar kerja siswa (LKS), format penilaian tes akhir pembelajaran, catatan lapangan, gambar foto yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran tujuh bintang.
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa dan guru kelas tinggi  SDN Jinglong 01 Kabupaten Blitar.

D.      PENGUMPULAN DATA
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan empat cara yaitu sebagai berikut:

1.      Observasi
Observasi merupakan  proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu. Observasi dilakukan bersamaan dengan implementasi tindakan mulai dari awal sampai akhir. Observasi dalam penelitian ini difokuskan pada observasi aktivitas guru dalam kegiatan pembelajaran dan observasi aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran Group Investigation (GI)

2.      Tes
Tes adalah latihan yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu/kelompok. tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang peningkatan hasil belajar. Tes yang digunakan dalam penelitian adalah tes akhir yang dilakukan pada tiap siklus. Jenis tes yang digunakan adalah tes tulis tipe subjektif.


3.      Pemberian angket
Angket adalah alat untuk mengumpulkan dan mencatat data atu informasi, pendapat, dan paham dalam hubungan kausal. Sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk siswa bertujuan untuk mengetahui tanggapan siswa tentang pembelajaran setelah menggunakan model model pembelajaran Group Investigation (GI). Selain itu juga untuk mengetahui hambatan informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya.

4.      Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pengabadian suatu peristiwa penting dengan film, gambar, tulisan, prasasti,dan sebagainya . Dokumentasi yang dibutuhkan peneliti adalah data nama siswa kelas III, data hasil tes tiap siklus, dan foto pada saat peneliti melaksanakan KBM dengan model model pembelajaran Group Investigation (GI). Pengambilan foto menggunakan kamera yang difokuskan pada pelaksanaan komponen-komponen model model pembelajaran Group Investigation (GI).

E.       ANALISIS DATA
Proses penganalisisan data penelitian ini berpedoman pada langkah-langkah analisis data penelitian kualitatif. Langkah-langkah analisis data tersebut antara lain:

1.      Reduksi data
Reduksi data dilakukan setelah data terkumpul. Reduksi data adalah proses menyeleksi atau pemilihan data yang sudah terkumpul, memfokuskan, dan menyederhanakan data sampai penyusunan data.

2.      Penyajian data
Penyajian data dilakukan untuk mengorganisasikan hasil reduksi dengan menyusun semua informasi yang diperoleh dari hasil reduksi sampai memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Informasi yang dimaksud adalah uraian proses kegiatan pembelajaran, respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran, dan hasil yang diperoleh sebagai akibat dari pemberian tindakan.

3.      Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan adalah pengambilan intisari dan sajian data yang telah terorganisasi dalam bentuk pernyataan atau kalimat yang singkat, padat, dan bermakna. Hasil analisis ini akan dijadikan dasar untuk menentukan keberhasilan pemberian tindakan. Selain itu, analisis data ini akan digunakan dasar untuk melaksanakan tindakan selanjutnya jika pemberian tindakan sebelumnya belum berhasil.

DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, Suharsimi, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

B. Uno, Hamzah. 2007. Model Pembelajaran (Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif). Jakarta : PT. Bumi Aksara.

BSNP. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Mata Pelajaran IPS Tingkat SD. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Hamalik, Oemar. 2007. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara

Joyce, Bruce and Weil, Marsha. 1996. Models of Teaching. Boston : Allyn and Bacon.

Kasihani. 2009. Model-model Pembelajaran. Malang: Universitas Negeri Malang.

Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen. Jakarta: Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Karakteristik, dan Implementasinya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2007. Menjadi Guru Profesional (Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan). Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
   
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran (Berorientasi Standar Proses Pendidikan). Jakarta : Prenada Media Group.

Sapriya. 2009. Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Setiono, Lilik. 2010. Model Pembelajaran Tujuh Bintang. (Online), (http://lilik setiono/wordpress.com/2010/08/12), diakses 24 Januari 2013.

Somantri, M. Numan.  2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS.Bandung:

Sukmadinata, Nana Syaodih.2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit: PT. Remaja Rosda Karya.

Supriya. 2009. Pendidikan IPS: Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosda karya offset.

Suyanto, Kasiani, K., E. 2008. Model Pembelajaran. Malang: Universitas Negeri Malang.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik: Konsep Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

W. Gulo 2005.  Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.

Winataputra, Udin, S., dkk. 2008. Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Zainuddin, M. 2010. Membentuk karakter anak melalui pendidikan IPS. Malang: UM Press.

1 komentar:

  1. Betway Casino NJ review and bonus - Dr.MCD
    I've been using betway for a while now, but the site has a My 인천광역 출장마사지 first 파주 출장샵 real-money bet, when I placed my first 안동 출장샵 bet 김천 출장샵 at Betway Sportsbook, I 익산 출장샵

    BalasHapus